Karya: Nida
Ruangan yang terlihat sunyi, seperti tidak ada kesibukan apapun didalamnya. Padahal tiga orang remaja sedang sibuk berkutik dengan soal-soal latihan untuk olimpiade nanti.
Hawa, Azka, dan Arsya tampak fokus dengan lembaran latihan soal itu, jari jemari mereka dengan lihai mencoret-coret kertas putih itu.
Hawa tak sengaja melihat jawaban milik Azka yang ternyata jawaban itu salah.
"Ka, jawaban kamu salah," ucap Hawa. Azka lantas meneliti kembali jawabannya.
"Apa yang salah? Kayaknya bener deh," ucap Azka.
"Sini aku ajarin caranya," ucap Hawa. Azka lantas langsung mendekatkan dirinya mendekat ke arah Hawa, membiarkan gadis itu menjelaskan soal Fisika miliknya. Senyuman tercipta di kedua sudut bibir Azka saat melihat wajah Hawa yang tampak sangat manis saat menjelaskan materi itu.
"Kalau di jelasin di perhatiin soalnya bukan orangnya, nanti gimana mau menang kalau kayak gini?" ucap Arsya.
"Kamu perhatiin penjelasan aku kan?" tanya Hawa.
Azka mengangguk. "Oke sekarang gue ngerti, ternyata lo pinter juga ya," puji Azka.
"Hadza min fadli Rabbi, semua ini karunia dari Tuhanku," ucap Hawa.
"Hawa, nanti jangan lupa habis latihan ini selesai lo keruangan OSIS," ucap Arsya.
"Siap!" ucap Hawa.
•••
Usai latihan olimpiade selesai Hawa pun segera pergi menuju ruang OSIS, seperti janjinya kemarin jika ia siap menjadi sekertaris untuk acara ulang tahun sekolah.
Dengan perasaan yang campur aduk Hawa lantas langsung masuk kedalam ruangan OSIS yang rupanya sudah sangat ramai oleh para anggota OSIS lainnya. Kedatangan Hawa tentunya mengundang atensi mereka semua.
Arsya yang memang sudah menunggu kedatangan Hawa langsung menyambut hangat.
"Gue ada pengumuman untuk kalian semua," ucap Arsya, suara bising pun menjadi sunyi, mereka semua langsung memperhatikan Arsya selaku ketua osis.
"Sebelum itu gue akan memperkenalkan jika dia adalah Hawa, pengganti Seya selaku sekertaris, karena sekarang dia sudah keluar dari sekolah ini," ucap Arsya, suara bisik-bisik pun terdengar di telinga Hawa.
Tiba-tiba seorang siswi mengacungkan tangannya.
"Ya, ada pertanyaan?" tanya Arsya.
"Kenapa harus dia, Ar? Bukannya dia itu murid baru ya? Masih banyak murid lama yang bisa jadi sekertaris OSIS," ucap siswi itu yang dikenal sebagai Frea.
"Gue setuju sama Frea, emang lo yakin dia bisa?" Sambung Vannya.
"Gue yakin dia bisa. Keputusan gue udah bulat, Hawa akan menjadi pengganti Seya, lagipula gue udah izin dengan Kak Imron dan beliau setuju dengan keputusan gue," ucap Arsya, semua anggota OSIS pun terdiam, karena jika pembina OSIS sudah menyetujui tidak ada hak bagi mereka untuk kembali protes.
"Dan untuk lo Hawa, selamat datang di dunia OSIS, semoga lo amanah," ucap Arsya kepada Hawa yang tampak terdiam.
•••
"Seharusnya kamu bicara dan konfirmasi dulu sama aku kalau aku akan menjadi sekertaris tetap di OSIS," ucap Hawa kepada Arsya, keduanya sedang berjalan beriringan menuju kelas mereka.
"Gue kira lo paham dengan lo mengajukan diri untuk menjadi sekertaris berarti lo siap menjadi sekertaris tetap di masa jabatan gue," ucap Arsya.
"Maksud aku kemarin aku hanya menolong kalian di acara ulang tahun sekolah," ucap Hawa.
Tiba-tiba Arsya menghentikan langkahnya, yang refleks Hawa juga ikut menghentikan langkahnya. "Jadi lo nggak mau jadi sekertaris OSIS?" tanya Arsya.
"Kalau orang nggak mau jangan di paksa, udah bagus di tolongin eh malah minta lebih," ucap Azka tiba-tiba, ia datang tentunya bersama anggota Alaska.
"Lagian masih jaman jadi babu sekolah?" ucap Azka lagi.
Arsya menghiraukan ucapan Azka, ia menatap Hawa. "Gue tunggu runtuntan acara sekolah dan proposalnya untuk di ajukan ke sekolah. Dan kalau lo mengalami kesulitan jangan sungkan buat hubungi gue atau anggota OSIS lainnya," ucap Arsya yang langsung berlalu meninggalkan tempat itu.
"Wah, si Arsya makin hari makin menjadi tuh orang!" ucap Zany.
"Eh lo, ngapain lo mau jadi budaknya Arsya hah?" tanya Azka kepada Hawa.
"Budak? Aku dengan senang hati kok membantu anggota OSIS, daripada membuat onar di sekolah kan?" ucap Hawa yang langsung berlalu meninggalkan Azka.
"Buset! Si Hawa nyindir kita ini?" tanya Galang.
"Kayaknya nggak deh, gini-gini juga kita emas di sekolah ini," ucap Alan.
"Nah iya, si Azka sama si Kenzo masih ada di sisi kita, kita bukanlah butiran debu," ucap Galang.
"Bego lo! Anak pengusaha sukses otomotif kayak lo merasa kayak butiran debu?" ucap Alan.
"Ya kan itu mah usaha bokap gue, gue mah kagak!" balas Galang.
"Ka, btw si Kenzo tumben nggak masuk, gue chat juga nggak di bales, lo tau si Kenzo kenapa?" tanya Zany kepada Azka.
"Chat gue juga nggak di bales sama dia," balas Azka.
"Mau jenguk kerumahnya?" Tawar Alan.
"Pulang sekolah nanti kita kerumah dia," ucap Azka, memang Azka memiliki watak yang keras namun masalah solidaritas jangan ditanyakan lagi, ia sangat menyayangi teman-temannya.
•••
Plak!
Tamparan keras mendarat tepat di pipi mulus Hawa membuat sang empu meringis kesakitan. Shelin menatap tajam kearah Hawa, tamparan keras tadi mengundang atensi seluruh siswa-siswi Angkasa mereka semua berkerumun menonton Hawa seolah itu adalah sebuah pertunjukan.
"Lo selain sok alim ternyata centil juga ya!" Bentak Shelin.
"Maksud kamu apa?" tanya Hawa tak mengerti.
"Jangan sok munafik deh lo! Lo masuk OSIS cuman karena mau deketin Arsya, kan?! Sumpah gue nggak ngerti jalan pikir lo! Pertama, lo deketin Azka dan sekarang lo deketin Arsya, dasar cewek murahan lo!" Bentak Shelin.
"Heh, awas lo ya kalau lo kecentilan sama Galang! Galang itu pacar gue!" ucap Violet yang juga tampak marah dengan Hawa
"Astagfirullah, kalian itu fitnah. Aku masuk OSIS hanya membatu Arsya untuk menjalankan programnya di acara ulang tahun sekolah nanti, bukan maksud lain," ucap Hawa membela diri.
"Hey semuanya lihat! Cewek berkerudung panjang ini adalah cewek murahan! Cewek yang udah merebut cowok gue, dan cowok sahabat gue. Kalian emang mau pasangan kalian di rebut juga sama dia?!" Tunjuk Shelin ke arah Hawa dengan mata yang seolah-olah memancarkan api kebencian.
Suara bisik-bisik mulai terdengar, seluruh siswi SMA Angkasa membenarkan ucapan Shelin selaku primadona di SMA Angkasa sendiri, apalagi sahabat yang Shelin maksud adalah seorang Bak Princes karena ia adalah anak dari pemilik sekolah ini.
Shelin tersenyum puas, semuanya tampak membenci Hawa.
"Dasar cewek murahan lo!" Sebuah sampah botol plastik di layangkan oleh salah satu siswi ke arah Hawa, lalu di lanjut oleh seluruh siswi lainnya, membuat seragam Hawa sangat kotor.
"Keluar aja lo dari sekolah ini!"
"Gue takut cowok gue juga di embat sama lo!"
"Keluar dari sini!"
Seperti itulah cemoohan para siswi kepada Hawa membuat Hawa hanya bisa menangis dalam diam, berharap akan ada seseorang yang akan menolongnya.
Sampah-sampah plastik, serta telur ternyata sudah di siapkan oleh para murid Angkasa. Hawa memejamkan matanya menerima puluhan telur yang mendarat di tubuhnya. Namun, saat sudah beberapa menit, Hawa tidak merasakan apapun yang mengenai tubuhnya.
Perlahan, Hawa membuka kedua matanya, bola matanya membulat sempurna, jantungnya berdegup kencang. Tepat di hadapannya sosok laki-laki dengan mata elangnya yang biasa yang di kenal dengan sebutan Azka sedang melindunginya.
Tubuh Azka sekarang sudah kotor akibat telur busuk yang sudah di berikan oleh para murid Angkasa, semuanya tampak terkejut melihat pemandangan ini. Bagaimana tidak? Seorang Azka, penguasa sekolah saat ini sedang menolong gadis biasa seperti Hawa.
Azka menunduk, menatap Hawa yang juga menatapnya, Azka tersenyum, senyuman yang sangat menenangkan.
"Tenang gue nggak nyentuh lo sedikitpun. Jangan takut lo nggak sendirian ada gue disini," ucap Azka tulus.
Dari kejauhan Arsya melihat semuanya, ia melihat bagaimana sosok Azka yang tiba-tiba menolong Hawa dan menjadi tamengnya. Terkejut? Iya, pasti. Entah kenapa ada rasa sesak di hati Arsya saat ini, seharusnya ia yang menolong Hawa, kenapa ia kalah cepat dengan Azka?
0 Komentar