Menjawab Tantangan Pendidikan bagi Anak Sekolah Dasar di Masa Pandemi COVID-19

 



Karya: Endah Parawansa 

  Pandemi COVID-19 yang di publikasikan masuk ke Indonesia pada dua Maret 2020 sudah bukan lagi rahasia umum. Kita sepakat bahwa pandemi ini sudah meluluhlantahkan berbagai sektor kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial, politik bahkan pendidikan. Pada sektor pendidikan, seluruh jenjang tanpa terkecuali anak sekolah dasar (SD) merasakan dampaknya.

Pendidikan merupakan cara paling ampuh mengubah dunia, begitu yang dikatakan Nelson Mandela, pendidikan juga dimaknai sebagai sebuah upaya memanusiakan manusia dimana tujuan dari pendidikan itu pernah dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu kemerdekaan dimana setiap orang dapat memilih apa saja yang ia inginkan dengan catatan adanya penghargaan akan kemerdekaan itu. Dihadapkan pada kondisi pandemi COVID-19 ini, bagaimana tujuan pendidikan itu dapat tercapai sedangkan proses belajar mengajar saja sebagai bagian penting dan proses pendidikan itu sendiri tidak dapat berjalan dengan baik. Kegiatan belajar mengajar yang biasa dilakukan di sekolah kini harus di lakukan di rumah. Mau tidak mau kebijakan pembelajaran jarak jauh ini harus kita ikuti demi kebaikan untuk kita semua walau tantangannya pembelajaran jarak jauh ini diterapkan juga pada anak sekolah dasar.

Anak merupakan ia yang dilahirkan dari seorang perempuan baik melalui hubungan pernikahan atapun tidak. Sekolah dasar (SD) merupakan jenjang sekolah paling awal yang terdiri dari enam tingkat yaitu kelas satu sampai kelas enam. Jadi, anak sekolah dasar ialah ia yang berada di rentang usia yang mencukupi untuk berada di kelas satu sampai enam dan mengenyam pendidikan formal di bangku sekolah dasar. 

Sebagaimana kita ketahui, anak sekolah dasar merupakan fase anak-anak berkembang dengan luar biasa atau biasa disebut dengan golden age. Anak mengalami banyak perkembangan baik itu fisik Maupun kognitif. 

Berbagai permasalahan muncul ketika kebijakan pembelajaran jarak jauh ini di tetatapkan, pada pembelajaran tatap muka pun sebenarnya masalah selalu ada, hanya saja dengan kebijakan yang baru  tentu muncul masalah-masalah yang baru pula, yang mengharuskan kita berpikir dan beradaptasi lebih keras.

Terlepas dari segala kendala fasilitas yang belum merata, untuk menjawab tantangan pendidikan pada anak SD di masa pandemic COVID-19 orang tua dan guru dapat bersinergi, bekerja sama tanpa mengubah perannya masing-masing. Dr. Indun Lestari styono M. Psi dalam seminar aspek psikologi pembelajaran jarak jauh pernah mengatakan bahwa pembelajaran di rumah yang dirubah adalah suasana dan fasilitasnya saja, sedangkan proses pembelajarannya harus-lah sama. Siswa harus tetap mengaktifkan daya nalarnyaTentu, ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan namun, manusia merupakan makhluk potensial yang dapat berupaya memaksimalkan daya nalarnya untuk keluar dari permasalahan yang ada.

Karakterisnik anak SD yang unik dimana mereka dalam fase senang bermain, mampu diam dan fokus paling lama hanya 30 menit, senang berkerja dalam kelompok dan juga lebih senang praktik daripada hanya paper and pencil. Karakter ini menuntut guru dan orang tua menciptakan model pembelajaran jarak jauh yang sesuai. Interaksi siswa dan ibu menciptakan hubungan yang tidak nyaman, karena biasanya sosok ibu di rumah yang biasanya penuh kasih sayang, kini harus bertindak pula sebagai seorang guru. 

Orang tua di rumah khususnya ibu, tidak semuanya dibekali ilmu pedagogig ( ilmu mendidik dan mengajar ) sebagaimana guru dibekali ilmu pedagogig. Maka, tentu orang tua akan kewalahan jika orang tua juga harus menyampaikan materi pembelajaran pada anak. Pendidikan saat ini di titik beratkan pada pendidikan karakter, yang mana pendidikan karakter memang sudah diberikan sejak anak masih kecil bahkan sejak anak masih di dalam kandungan oleh orang tua. Mengkolaborasikan keduanya, maka menjawab tantangan pembelajaran jarak jauh anak SD pun mengacu pada pernyataan yang dikatakan Dr.Indun, yang berubah hanyalah tempat dan fasilitas. Guru tetap berperan sebagai guru dan orang tua sebagai fasilitator saja adapun jika ada yang harus disampaikan dan ditekankan kembali oleh orang tua adalah tentang pendidikan karakter yang termuat dalam materi pembelajaran itu.

Tujuan setiap pemberian tugas dari guru harus disampaikan dengan jelas dan dipahami anak sehingga orang tua juga jelas mengetahui perubahan perilaku yang harus dicapai. Pemberian tugas walau hanya diberikan sedikit, tapi dapat di mengerti dan di pahami sehingga terjadi proses pendalaman yang melahirkan sikap, daripada pemberian tugas yang banyak karena mengejar target materi tanpa ada pendalaman yang akhirnya justru siswa tidak belajar dan yang mengerjakan tugas adalah orang tuanya. Menghadapi hal ini, perlu ada komunikasi antara guru dan orang tua perihal tujuan pemberian tugas agar tidak terjadi hal demikian.

Pemberian tugas yang disampaikan secara sederhana itu disesuaikan dengan perkembangan siswa. Misalnya ketika guru memberi perintah untuk menulis halaman 217, maka guru mengajarkan terlebih dahulu bagaimana cara membaca angka.

Ketika orang tua dan guru sudah tetap pada perannya masing-masing, untuk menciptakan pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi saat ini, kita perlu sama-sama menyepakati bahwa belajar itu tidak harus selalu paper and pencil. Kadang, masih terdapat bawaan dari pendidikan orang tua siswa bahwa belajar itu harus selalu berkaitan dengan kertas dan pensil, sehingga ketika guru memberikan pembelajaran dengan media lain guru dianggap tidak memberikan materi pembelajaran atau anak malah dianggap sedang bermain. Padahal, materi yang diberikan kadang memang melalui bentuk permainan disesuaikan dengan karakteristik anak SD yang telah di sebutkan di atas dan agar pembelajaran tidak membosankan.

Beberapa contoh pemberian tugas pembelajaran jarak jauh yang disampaikan secara jelas prosedurnya namun, secara tidak langsung sebenarnya guru memberikan muatan pembelajaran di dalamnya secara kognitif maupun karakter agar mengaktifkan nalar berpikir anak.

Pertama, misalnya guru memberi perintah pada anak untuk mencari benda yang tidak tenggelam di dalam air dan tidak membuat benda tersebut rusak. Hakikatnya siswa sedang belajar sains atau ilmu pengetahuan alam, hanya saja disampaikan melalui teka-teki yang membuat siswa lebih tertantang dan bersemangat mencarinya walau tidak berbasis paper and pencil. Pada proses pencariannya, orang tua tidak memberi tahu benda apa itu namun, mendampingi dan memfasilitasi karena intruksi pembelajaran dan kewajiban menjelaskan tetap oleh guru. Sikap yang hendak dicapai dalam penugasan ini adalah bagaimana anak menumbuhkan sikap mandiri, bertanggung jawab dan berpikir kritis.

Kedua, misalnya anak di stimulus untuk menyebutkan buah-buahan apa saja yang ia sukai. Lalu, anak memperhatikan dedaunan dari buah-buahan yang ada di sekitarnya apakah sama atau berbeda. Sama seperti sebelumnya orang tua bertindak sebagai pendamping dan fasilitator agar dalam prosesnya daya nalar anak bekerja. Guru menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul pada benak anak hingga lahir rasa syukur dalam diri anak atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Jika ingin dikolaborasikan dengan seni, maka anak dapat meniru daun yang ia temukan di dalam buku gambar.

Contoh lain misalnya anak bermain bersama keluarga, setiap orang membawa satu mainan maka mainan yang adapun menjadi lebih banyak, maka anak memahami konsep penjumlahan lalu guru mulai memberikan contoh-contoh soal dari konsep yang telah dibangun.

Teori memang tak semudah praktiknya, namun kita sekaku manusia selalu dapat berusaha untuk lebih baik dan menjawab tantangan yang dihadapinya. Jadi sedikitnya, untuk menjawab tantangan pembelajaran jarak jauh bagi anak SD di masa pandemi COVID-19, guru dan orang tua dapat sama-sama mengomunikasikan tentang tujuan dari pembelajaran yang diberikan agar sama-sama memahami dan saling menghargai bahwa media pembelajaran tak harus selalu paper and pencil, pendidikan dititik beratkan pada karakter serta yang perlu digaris bawahi adalah pada prosesnya yang berubah hanya fasilitas dan tempat saja dengan tetap mengaktifkan nalar siswa. Guru dan orang tua tetap menjalankan peran dan fungsinya masing-masing.




DAFTAR PUSTAKA

Najmudin, Ucu. (2012). Islamic Hypno Parenting Multiple Therapy For Muslim, Jakarta Pusat: Pembela Islam Media.

 Suwaid, M. N. AH. (2010). Prophetic Parenting Cara Nabi Saw Mendidik Anak, Yogyakarta: Pro-U Media. 

Hakim, M,T. (2004) Akrab dengan Anak Anda, Jakarta: Pustaka Zahra. 

Edy, Ayah (2016), Ayah Edy Menjawab, Jakarta Selatan: Noura Books.

 Nafis, Cholil. (2017). Fikih Keluarga, Jakara Selatan: Mitra Abadi Press.

 Sugiyanto. (2009). Journal Karakteristik Anak Usia SD

Baswedan, A. R. (2014, December). Gawat darurat pendidikan di Indonesia. In The Emergency of Indonesian Education]. A paper delivered at the meeting between Ministry and Head of Education Offices Indonesia-wide in Jakarta, on December (Vol. 1).

Sujana, I. W. C. (2019). Fungsi dan tujuan pendidikan Indonesia. Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 4(1), 29-39.

Al-Jawi, M. S. (2006). Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Solusinya. In Makalah dalam Seminar Nasional Potret Pendidikan Indonesia: Antara Konsep Realiti dan Solusi, diselenggarakan oleh Forum Ukhwah dan Studi Islam (FUSI) Universitas Negeri Malang (Vol. 7).

Alfin, J. (2014). Analisis karakteristik siswa pada tingkat sekolah dasar.

Posting Komentar

0 Komentar