Karya: Zulfan Haydar Yaser
“Di balik segala filsafat terletak manusia, dan di dalam setiap filsafat tersembunyi seorang manusia” kata Schiller, Fichte berkata “Jenis filsafat yang dipilih seseorang tergantung pada jenis manusia macam apa orang itu sendiri”.
Secara harfiah, filsafat berasal dari dua kata, yaitu philo dan sophos, philo artinya cinta, dan sophos artinya kebijaksanaan, dan ilmu. Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Dalam hubungan ini, Al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk itu ia mengatakan bahwa filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Berbeda menurut Ilyas Supena, kebijaksanaan yang dimaksud ialah mempunyai insight atau pengertian yang mendalam mengenai sesuatu yang mencakup seluruh aspeknya dan seluruh dunia dengan segala lapangannya serta hubungan antara keseluruhannya.
Berbicara mengenai agama dan filsafat, keduanya sering terjadi pertikaian yang dilakukan manusia, salah satunya yaitu menganggap bahwa kebenaran wahyu merupakan sesuatu yang sudah mutlak, sehingga tidak perlu lagi mempelajari dan memakai ilmu filsafat didalam agama, sehingga orang cenderung menjaga jarak dengan filsafat, terutama orang yang tidak mau mengambil resiko tersesat.
Secara umum orang memandang filsafat dan agama sebagai dua hal yang bertentangan, Masing-masing, agama dan filsafat membicarakan kebenaran tetapi sumbernya berbeda. Kebenaran agama bersumber dari wahyu yang di manifestasikan dalam kitab suci melalui utusan-Nya. Dasar pembenaran agama adalah keyakinan, sementara itu kebenaran filsafat bersumber dari manusia melalui akal, sehingga ukuran benar salah tergantung pada akal. Perbedaan tersebut akhirnya menimbulkan konflik antara agama dan filsafat.
Pendekatan Filosofis, Objek Kajian Filosofis, dan Manfaatnya bagi Studi Islam
Berpikir filosofis artinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek forma-nya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah. Contohnya banyak kita jumpai berbagai bentuk rumah dengan kualitas yang berbeda, tetapi semua rumah itu intinya adalah sebagai tempat tinggal. Berpikir filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Dalam kitab Hikmah Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhammad Al-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat dalam ajaran-ajaran agama Islam, misalnya ketika melaksanakan puasa agar seseorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan.
Dengan menggunakan pendekatan filosofis ini seseorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, kritis, radikal, konseptual, dan dapat pula menangkap hikmah dari ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian berfikir filosofis menjadi penting, kita bisa menggunakannya untuk memahami berbagai bidang lain dalam agama, seperti memahami filsafat hukum Islam, filsafat sejarah, filsafat kebudayaan, filsafat ekonomi, dan lain sebagainya. Melalui pendekatan ini kita tidak akan terjebak pada pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti.
Bagaimanapun untuk memahami maksud dan teks wahyu diperlukan alat bantu agar bisa dipahami secara logis, maka muncullah istilah-istilah seperti tafsir, ta’wil, qiyas dan sebagainya yang kalau ditelusuri bersumber dari filsafat. Hal ini ada kompromi antara filsafat dan agama, bahkan ada yang menganggap pentingnya filsafat untuk memahami agama sehingga wajib hukumnya mempelajari filsafat atau setidaknya sangat dianjurkan.
Namun demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik. Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya, yang kemudian ini menjadi dalil bahwasanya ada manfaat yang sangat banyak ketika kita mempelajari filsafat. Memang benar apa kata Bacon bahwa filsafat itu sedikit menggelindingkan kepada atheisme, tetapi filsafat yang dalam akan membawa pikiran manusia pada agama.
Pendekatan filosofis dalam Studi Islam
Amin Abdullah sering mengkritik terhadap kajian filsafat Islam, “filsafat Islam masih sering dipandang hanya dari aspek sejarah, inilah yang menyebabkan lambannya kajian filsafat Islam” tuturnya, padahal apa yang ada pada cakupan filsafat tidak hanya aspek sejarah melainkan juga substansinya, bagian ini meliputi bahasan metafisika, etika, estetika, logika, dan epistemologi. Filsafat lebih mencerminkan proses berpikir, bukan sebagai produk pemikiran.
Kelesuan berpikir dikalangan umat Islam di era post modern saat ini salah satu faktor utamanya adalah umat Islam tidak mau melihat dan memperhatikan filsafat. Sebaliknya, hampir semua khazanah intelektual Islam justru menyerang dan memojokkan filsafat. Dalam hal ini Suparman Syukur menawarkan agar kajian keilmuan Islam itu berkembang, yaitu orang tidak akan berpaling dari filsafat, tanpa sentuhan filsafat, pemikiran dan kekuatan spiritual umat Islam akan sulit menjelaskan jati dirinya dalam era global.
Dalam bunga rampainya dari Chicago, Mulyadi Kertanegara mengklasifikasikan tiga macam metodologi pemikiran dalam khazanah filsafat Islam, yaitu Metodologi bayani : Suatu model metodologi berpikir yang didasarkan pada teks. Metodologi irfani : Suatu model metodologi berpikir yang didasarkan atas pendekatan pengalaman langsung atas realitas spiritual keagamaan. Sedangkan Metodologi burhani : Suatu model metodologi yang tidak didasarkan atas teks dan pengalaman, melainkan atas dasar keruntutan logika.
Pendekatan filosofis dalam studi Islam, Rob Fisher mengidentifikasi bahwasanya ada lima posisi : 1. Posisi filsafat sebagai agama, intinya adalah terletak pada ide bahwa dengan merefleksikan realitas watak tertinggi, orang dapat menemukan wawasan dan gambaran yang benar tentang bagaimana sesuatu itu. 2. Filsafat sebagai pelayan agama, intinya adalah memberikan pengetahuan parsial tentang Tuhan atau beberapa bentuk lain dari ultimate spiritual, ia dapat menunjukkan rasionalitas dari proses meyakini bahwa Tuhan ada dan mendiskusikan sifat-sifat Tuhan. 3. Filsafat sebagai pembuat ruang bagi keimanan, intinya memperhatikan ketidak memadainya dalam membuat pertimbangan-pertimbangan tentang agama, posisi ini membuka kemungkinan agama dan menjelaskan ketergantungan manusia pada wahyu yang dengannya orang itu akan menjadi semakin yakin akan pengetahuan mengenai Tuhan. 4. Filsafat sebagai satu perangkat analitis bagi agama, intinya adalah sebuah cara berfilsafat agama yang paling dominan dalam dunia Barat, tujuannya adalah menganalisis dan menjelaskan watak dan bahasa keagamaan, menemukan cara kerjanya, dan makna yang dibawanya. 5. Filsafat sebagai studi penalaran, merupakan suatu perkembangan modern dalam pemikiran di bidang keagamaan. Meneliti berbagai konteks dimana orang beriman melangsungkan kehidupannya. Penekanannya adalah kebudayaan sebagai faktor formatif dan berpengaruh terhadap keyakinan keagamaan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Mulyadi, akan tetapi lebih umum daripadanya.
0 Komentar