Gambar: shf
Karya: Akang
Aku adalah seorang kepala keluarga yang sangat menyayangi istriku, kami berdua hidup sangat sederhan. 11 tahun kami hidup dalam kecukupan yang telah tuhan berikan segalanya, makan pakaian tempat tinggal yang layak meski tak terlalu mewah. Akan tetapi meski dalam kecukupan kami hanya merasa sedih karena selama sebelas tahun itu kami belum dianugrahi seorang anak. Tetangga banyak yang selalu nanyak kepada kami, karena kami masih saja berdua padahal pernikahan kami sudah termasuk lama.
Bu Jasmin, kapan momong bayinya udah lama lho nikahnya tapi belum juga punya anak, apa jangan-jangan ibu mandul kali ya "Kata seorang ibu-ibu yang pada waktu pagi itu istri saya yang lagi belanja mendapat pertanyaan yang kesekian kalinya namun tetap saja tak mengenakkan di hati.
Hus jangan bilangg itu, jaga perasaan dong!"Salah satu ibu-ibulainnya juga menimpali
"Ibui-bu, saya yakin suatu saat nanti pasti saya akan punya anak, dan Bu Nadin tuduhan tadi ibu bilang kalau saya atau suami saya mandul itu gak benar, kalau gitu saya permisi. Ini mang saya ambil terong sama sayur asem nya ya" Betapa luasnya kesucian hatinya, tanpa membalas cibiran hanya dibalas senyuman. Begitulah istriku yang setiap hari harus extra sabar dan selalu sabar, apalagis abar dalam cobaan yang Allah kasih saat ini.
Aku Adurrahman, bekerja hanya sebagai serabutan kalau dari kepala desa membutuhkan tenaga ini, ku ulurkan hanya berharap bisa melahap sesuap nasi. Sore itu setelah pulang dari kepala desa membantu membetulkan genteng kantor kades yang bocor, aku menemukan sebuah tas yang gak tahu apa isinya, gak kebayang apa isinya dan aku bawa saja kerumah sebagai oleh oleh buat istriku karena hari ini aku gak bawa makanan buat dia. Sesampainya di rumah...
"Assalamualaikum, ummi Abi pulang!"
"Waalaikumussalam bi,lho kenapa Abi mukanya pucet gitu, Abi capekya?" "Bukan itu, tapi anu" "Anu kenapa bi, jangan bikin penasaran ah"
"Abi hari ini gak bawa makan, hanya abi bawa tas ini"Sambil menunjukkan dan melatakkan tas itu di meja.
"Gakapaapa bi, ummi hari ini puasa" Dia selalu begitu selalu menyembunyikan raungan perutnya yang merintih karena lapar.
"Terus nanti bukanya pakek apa mi?"
"Ada singkong udah ummi rebus" Dengan sesungging senyumannya itu, maasyaAllah betapa rasa lelah ini hilang seketika.
"Oh iya bi, emang apa isi tas itu bi"
"Gak tahu Abi, tadikan pas pulang dari kantor kades pulangnya Nemu tas itu dijalan Abi bawa pulang deh" Diapun langsung mengambil tas itu dan membukanya, betapa dia kaget dan aku juga penasaran.
"Maa sya Allah bi!"
"Kenapa mi, apa isinya?" "Cek 100 juta" "Ah yang bener, masak ada orang buang duit di jalan sebanyak itu?" Setengah gak percaya aku.
"Coba Abi liat" Sambil menyodorkan sebuah kertas putih panjang dan benar kalau itu cek 100 juta.
"Maa sya Allah, astagfirullah, tabarokallah, ini beneran uang?" "Bukan itu kertas putih, tapi itu punya siapa ya bi kok di telantarkan?"
Mungkin punya orang jatuh mi,coba Abi cari disini siapa tahu ada nama pemiliknya?" Ternyata tas berisi uang 100 juta itu milik seorang yang gak mereka kenal, nama pemilik tas itu tertera "Budi"
"Namanya di sini Budi mi, di sini juga ada nomer hpnya" "Coba bi di telfon, siapa tahu di angkatnya"
"Iya Abi telpon dulu ya"
"Tuuutt..tuttt... Halo selamat sore"
"Assalamualaikum"
"Waalaikumussalam, ini dengan siapa ya?"
"Maaf sebelumnya pak, apa bener ini dengan atas nama bapak Budi?"
"Iya dengan saya sendiri, ini siapaya?"
"Saya Rahman pak"
"Rahman? Siapa ya?" Masih timbul tanda tanya.
"Gini pak, tadi saya menemukan sebuah tas hitam, dan di dalam tas itu ada berkas berkas dan juga sebuah cek, disini juga tertera nomer hp bapak langsung saja saya telpon"
" Maa sya Allah, iya pak Rahman bener, itu tas saya yang tempo hari hilang"
"Kalau bapak berkenan saya minta alamat pak Budi, nanti tasnya saya antar."
"Oh, gak usah pak, saya minta alamat pak Rahman aja nanti saya kesana, sekalian silaturahmi"
"Baik pak kalau begitu saya tunggu kedatangannya"
Keesokan harinya pintu rumah kami ada yang ketuk, dan ketika kami membuka pintu itu.
"Assalamualaikum" Seorang berjas hitam dan berdasi berdiri tegak di hapanku.
"Waalaikumussalam, siapa ya?"
"Apa benar disini rumahnya pak Rahman?"
"Iya pak saya sendiri"
"Saya Budi pak, yang kemaren bapak telpon" Merasa terkejut langsung saja saya persilahkan masuk.
"Oh, maasyaAllah, mari pak masuk" Sedikit grogi saat itu karena baru pertama kali ada seorang yang berdasi yang dengan senang hati mampir kerumah kami yang kusut.
"Ini pak tasnya mohon di periksa dulu" Bapak itu sesekali membolak balik kertas hijau itu dan tak lupa pada kertas putih yang semalam membuat kami kaget, alangkah terkejutnya kami takkala bapak itu menyodorkan kertas putih itu padaku.
"Ini mohon untuk kesediaannya bapak menerima cek ini"
"Aduh, ya Allah gak usah pak kami sekeluarga ikhlas"
"Sayapun juga ikhlas, anggap saja ini sebagai tanda terimakasih saya kepada pak Rahman karena sudah mengembalikan tas ini, tanpa tas ini mungkin sekarang saya gagal segalanya. Jarang lho jaman sekarang ada orang menemukan uang sebanyak ini, mohon untuk di terima pak" tangan gemetar rasanya, bibir kaku untuk berucap, sungguh ini rezeki Allah yang sangat lebih bagi kami.
"Kalau begitu saya permisi, semoga kita bisa berjumpa lagi dilain waktu, dan satu hal yang saya takkan lupa dari pak Rahman, yaitu bapak orang baik" Tanpa sepatah kata masih saja gak menyangka akan mendapat rezeki yang begitu banyak ini, dalam hati hanya seuntai kata yang terucap semoga Allah membalas dengan sebaik baiknya balasan. Melihat istriku baru pulang dari belanja, seketika membuyar lamunanku
"Bi, Abi" Sambil menepuk pipiku
"Astagfirullah, waalaikumussalam"
"Mi, Abi gak mau uang dari Allah, Abi gak mau dunia, Abi hanya pengen deket terus sama Allah. Abi mau tanya apa ummi minta dunia Sama Allah atau akhirat?" Dengan pandangan yang sedikit memaksa.
"Bi, istigfar bi, ada apa" Lalu aku ceritakan semuanya apa yang terjadi barusan dan bener saja istriku juga kaget.
Yang bener bi? Alhamdulillah" Dengan senangnya dan berucap rasa syukur.
"Ummi seneng dapat uang ini?"
"Bi, rezeki itu sudah diatur oleh Allah, kita memang jangan terlalu berbangga sama dengan uang ini, mungkin saja Allah titipkan sama kita agar kita bisa mempergunakan di jalannya, semoga uang ini bermanfaat bagi kita dan juga bagi oranglain"
"Apa rencana ummi untuk ini?" "Kita buka Rumah makan"
Hari demi hari bulan pun berganti, rumah makan yang kita bangun kian hari kian bertambah pesat, kamipun juga membuka warung makan gratis untuk siapapun yang membutuhkan. Dan betapa bahagianya takkala anugrah Allah itu datang yang bersamaan dengan bayi yang ada dalam kandungan istriku yang mulai bertambah 9 bulan.
Malam itu istriku memanggil manggil merasa perutnya sangat mules, segera aku membawanya kerumah sakit. Kata dokter istriku hendak melahirkan. Berjam jam aku menanti di ruang tunggu, dan ketika dokter keluar dari ruangan itu dokter itu bilang kalau istriku menderita penyakit yang tidak memungkinkannya untuk memiliki anak, 11 tahun kami menanti dengan penuh kesabaran, setiap hari bermunajat pada ALLAH agar dianugrahkan seorang anak, doanya akhirnya terkabul namun untuk proses melahirkan istriku harus memilih antara dirinya atau anak yang harus diselamatkan. Dan walaupun para dokter telah berjuang 7 jam lamanya guna menyelamatkan nyawa keduanya, hasilnya tetap sama, mereka harus memilih salah satunya yang harus diselamatkan.
Dengan berat hati dokter terpaksa memilih seperti yang diminta oleh istriku , menyelamatkan sang jabang bayi walau dengan resiko nyawanya. Bayi yang baru lahir itu lalu didekapkan dalam pelukan sang ibu untuk yang pertama dan terakhir kali, istriku menciumi dan memeluk bayi mungil itu selama beberapa menit, tersenyum padanya dan padaku lalu menutup mata untuk selama-lamanya.
Tangis anakku itu terdengar begitu keras seakan ia merasakan kesedihan yang dalam, sedih karena ibu yang telah memberinya kesempatan untuk hidup pergi untuk selamanya, seolah ia sedih sebab selama hidup ia tidak akan pernah melihat ibu lagi dan akupun tak dapat lagi membendung air mata ini, yang selama 11 tahun berjuang bersama kini aku harus berjuang sendirian. Selamat jalan istriku, kau adalah bidadari syurga dunia akhiratku. Semoga Allah mempertemukan kita dan anak kita kelak di surganya.
"Begitulah kisah ummimu san, dia orang yang baik selalu tersenyum dan suka menolong pada yang membutuhkan, doakan ummimu semoga Allah menempatkan ummimu di tempat yang paling baik disisinya" Dengan seisai tangis, Ihsan memelukku dengan seberat-eratnya. Lihatlah mi, anak kita sudah tumbuh besar. Dan sekarang sudah memasuki sarjana.
Malaysia, 06 Desember 2020
0 Komentar