Sayapku tak terpatahkan Part II

 


Oleh: Abd mannan


Pagi itu burung sangat ceria sekali, bersorak ria dan bergembira, bernyanyi dengan nada ciri khas masing masing. Lain halnya dengan yang di sangkar mereka bernyanyi bukan karena gembira, akan tetapi karena mereka sedih terkurung tanpa kebebasan. Meronta tanpa ada yang mempedulikan, manusia mengira burung itu bernyanyi ada burung yang langka namun di balik suaranya yang merdu ada derita yang membelenggu.

 _Sama halnya denganku aku ingin bebas seperti mereka mereka yang bebas ingin meraih cita cita yang sama dengan mereka yang punya cita cita..tapi mengapa ada batas bagi diriku untuk menggapainya untuk meraih mimpi_


Pagi itu duduk berdua dengan ibu guru pengajar sekolah ini SDN mendawai 1 namanya. Dan nama beliau Bu Ani, bagiku beliau guru yang baik mau mendengar secercik kisah pilu ini hingga beliau mau menawarkan aku untuk sekolah gratis di sini, tapi aku menolak karena tahu sendiri bagaimana jadinya kalau ayah tahu jika aku belajar. Masih belum menyerah Bu Ani masih menawarkan mengajariku kelas privat, dan lagi aku berusaha untuk menolak..lama kelamaan akhirnya aku terbujuk. Aku di mintanya untuk datang habis sholat Dzuhur, setiap hari setiap waktu setiap detik semangatku menggebu gebu untuk terus belajar menggunakan kesempatan ini dengan sebaik baik mungkin. Hingga pada suatu hari ada sebuah festival lomba cerdas cermat tingkat kabupaten. Diam diam aku ikut karena Bu Ani membujukku, dan benar juga kata Bu Ani usaha takkan mengkhianati hasil aku memenangkan lomba itu tanpa sepengetahuan ayah, hingga lomba pada tingkat nasional. Pada saat itu acara lomba yang di adakan masuk tv aku masuk di antara salah satu peserta yang masuk pada tayangan itu , dan ayahku tahu akan hal ini karena di beritahukan oleh temannya. Tahukah kalian apa yang dilakukan ayah padaku sungguh aku takkan melupakannya dia tak memukulku dia juga tak marah tapi dia berusaha menjodohkanku dengan hasutan temennya agar aku berhenti belajar, dan pada akhirnya kejadian itu benar benar terjadi, Bu Ani yang memohon mohon di tidak di hiraukan ayah, dan akupun hanya bisa menangis tanpa sedikit perlawanan. Pada usia 19 tahun aku dinikahkan oleh ayahku, aku fikir ini adalah akhir dari segalanya hingga aku berfikiran untuk bunuh diri. Malam itu aku putuskan untuk pergi dari rumah suamiku mengetahuinya dan mengejar ku berjalan sempoyongan tanpa tahu arah entah kemana, dan sampai pada dekat jurang kami berdebat.


" Jangan mendekat!!!" Ucapku dengan Isak tangis sesunggukan.

" Kalau kau mendekat aku akan lompat" pada saat itu ayah juga ada di sana entah tahu dari siapa kalau aku kabur dari rumah.

" Nadia apa yang kamu lakukan?" Tanya ayah dengan nada marah.

" Ayah, kenapa ayah sekejam ini padaku, sejak ibu pergi ayah berubah, ayah tak mengizinkan aku untuk sekolah ayah suka memukulku kenapa ayah?" Tangisku benar benar pecah saat itu.

" Untuk apa sekolah? Apa kalau kau sekolah akan bisa ngasilkan uang?" Pertanyaan itu terlontar untuk yang kesekian kalinya.

" Cukup ayah, kita memang orang yang tak punya, tapi miskin bukan berarti tidak berpendidikan" 

" Sudah jangan ceramah disitu cepat kesini" paksa ayah 

" Jika ayah mendekat aku akan melompat"

"Nadiaaaa!!!" Teriak ayah

" Pak biar saya saja" suamiku memegang bahu ayah dan mendekatiku

" Dek Nadia, aku gak tahu permasalahanmu apa dengan ayah, baikalah sekarang coba katakan apa maumu?" Tanyanya dengan berusaha membujuk.

" Ceraikan aku" 

"Apaaa kau anak durhaka" kata ayah dengan kata katanya yang tak ubah dari tajamnya.

" Kalau kalian gak setuju baiklah lebih baik aku yang pergi, aku sudah lelah" 

"Dek, ok ok, tapi setelah ini kamu pulang kasian bapak" 

" Tidak kalian saja yang pulang, aku akan disini sendiri" 

Suasana saat itu memang dibilang rumit aku yang dibutakan oleh keadaan sedang mereka di kuasai oleh nafsu.

"Ok, jika dek Nadia berkeinginan demikian, setelah ini aku bukanlah suami lagi" Suamiku mulai pergi dengan ayah yang memang ingin marah sedari tadi, namun di tahan oleh suamiku. Malam itu hanya rembulan dan bintang yang menjadi saksi kisah ini rembulan hanya termenung menyaksikan kejadian tadi, sedang bintang hanya tersenyum tipis untuk memberi semangat.


Akupun pergi dari desa itu dari kota itu, pergi kuatu kota dan melanjutkan belajar di sana. Fakultas UI di Jakarta, mengambil jurusan ekonomi, dan lulus sebagai mahasiswa terbaik kala itu. 22.10.2013 pada  saat prosesi wisuda semua mahasiswa di hadiri oleh orang tuanya kecuali aku tanpa siapa siapa.

"Hadiah ini ku persembahkan untuk ayahku, meski engkau tiada disini namun engaku selalu di hati

Meski engkau terasa jauh namun engkau tetap dekat

Engkau cintaku yang selalu berada dalam lubuk hatiku" 


Itulah sepenggal kisahku yang selalu berjuang demi mendapat satu tujuan, pesanku pada siapa saja yang berjuang sampai saat ini,

"Pegang lah pena itu, ambillah secarcik kertas dan tulislah cita citamu kemudian perjuangkan.

Kemiskinan tidak menjamin seseorang untuk tidak berpendidikan. Namun, dalam menempuh pendidikan butuh pengorbanan. Cinta saja butuh pengorbanan, apalagi pendidikan,” 



Kamis 18 November 2021.

Posting Komentar

0 Komentar