Titik Terbaik Takdir part VI


 Karya: Nida


Hawa, Fatimah dan Nasywa berjalan beriringan menuju kelasnya, suara obrolan terdengar renyah dari ketiganya. Jika mereka sudah berkumpul maka yang ada di sekelilingnya mereka lupakan. 


"Hawa, kamu nggak apa-apa kan? Aku dengar kamu di bully sama geng Shelin," ucap Nasywa.


"Iya, sumpah parah banget emang si Shelin! Maaf ya kita kemarin nggak bantuin lo," ucap Fatimah.


"Aku nggak apa-apa kok, kalian tenang aja," ucap Hawa.


"Tenang gimana! Kalau lo aja di bully kayak gitu! Pokoknya kita harus bales perbuatan mereka!" ucap Fatimah.


"Fa, jika perbuatan keji di balas keji sama aja kita seperti mereka. Jadi, kita do'akan aja ya semoga mereka dapat hidayah," ucap Hawa.


"Bener apa yang Hawa bilang, kita nggak boleh balas kejahatan orang," ucap Nasywa.


"Iya sih, tapi gue udah kesel banget sama tuh nenek lampir!" Kesal Fatimah.


DUK!


"Awwwss," ringis Hawa saat sebuah bola basket melayang ke arah dirinya.


"Hawa, kamu nggak apa-apa?!" tanya Nasywa panik.


"Sorry gue nggak sengaja, bisa lo ambil bola itu buat gue?" ucap Azka dari tepi lapangan sekolah, memang saat ini pemuda itu bersama geng Alaska sedang bermain basket dan jangan lupa banyak para siswi yang menonton adegan tersebut.


"Azka, lo udah keterlaluan banget ya sama Hawa! Gue tau lo sengaja 'kan lemparin basket itu ke Hawa?!" ucap Fatimah.


Azka menaikkan bahunya acuh, pemuda itu tampak tak perduli jika Hawa saat ini sedang kesakitan, kepalanya berdenyut nyeri.


Arsya tiba-tiba datang, pemuda dengan wajah datarnya itu mengambil bola basket lalu dengan santainya melempar jauh dari hadapan Azka membuat Azka menatap menatap tajam ke arah Arsya.


"Lo yang pertama melempar bola ini ke Hawa dan ambil sendiri jangan nyusahin orang," ucap Arsya, lalu pemuda itu berjalan mendekati Hawa. "Lo nggak apa-apa?" tanya Arsya.


"Aku nggak apa-apa," jawabnya seraya tersenyum tipis.


Arsya mengangguk paham. "Sekarang ke kelas," titahnya.


•••


Pada jam istirahat kantin sekolah tampak ramai oleh para siswa-siswi SMA Angkasa, tentu saja mereka ingin mengisi perut mereka yang sudah terasa lapar. 


Di ujung kantin terdapat Geng Alaska, mereka sedang menyantap makanan yang sudah mereka pesan, kecuali Azka, pemuda itu tampak tak berselera untuk makan, ia masih jengkel dengan kejadian tadi pagi dimana seorang Arsya mempermalukan dirinya di depan umum, rasanya harga dirinya saat ini sudah jatuh.


"Lo masih kesel sama Arsya?" tanya Kenzo. Azka tidak menjawab ia sibuk dengan pikirannya sendiri.


"Gila sih! Si Arsya makin di diemin makin jadi tuh orang!" ucap Zany.


"Gue heran lo kalau berhadapan sama Arsya kenapa nggak bisa berkutik?" tanya Galang.


"Apa lo takut karena dia ketua osis?" tanya Alan.


Azka tiba-tiba berdiri. "Gue duluan," ucapnya lalu pergi begitu saja meninggalkan kantin.


"Ck! Kumat lagi tuh dia," ucap Zany.


"Eh, kalau di lihat-lihat Hawa tuh cantik banget njir! Nggak tega gue kalau si Azka bully dia terus," ucap Galang.


"Inget lo udah punya pacar bego! Dasar buaya kelas kakap lo!" ucap Alan.


Galang tampak terkekeh pelan. "Bosen gue sama Violet," ucapnya.


Teman-temannya hanya geleng-geleng kepala, mereka tak heran lagi dengan sikap Galang. Memang pemuda satu itu sangat suka sekali mempermainkan hati perempuan. 


•••


Arsya, berjalan beriringan bersama teman-temannya untuk menuju kelasnya, dua mata pemuda itu tampak fokus dengan buku laporan kegiatan yang berada di tangannya. 


Minggu-minggu ini anak-anak OSIS memang di sibukkan untuk mempersiapkan acara ulang tahun sekolah yang ke 45 tahun. Jadi Arsya selaku ketua osis dengan anggotanya ingin menyiapkan acara semaksimal mungkin agar tidak mengecewakan pihak sekolah.


"Habis pulang sekolah nanti kita rapat, umumkan dengan anggota osis lainnya," ucap Asrya.


"Oke! Nanti gue bilang di grup osis," ucap Aslan.


"Ar, gue lihat-lihat lo sekarang lagi dekat sama siswi baru itu ya? Siapa sih namanya gue lupa," ucap Faqih.


"Hawa namanya kalau nggak salah," ucap Farhan.


"Nah iya Hawa! Lo sebelumnya kenal Hawa?" tanya Faqih.


"Entah gue juga nggak tau, tapi hati gue mengatakan kalau gue kenal dia," ucap Arsya.


"Sahabat masa kecil lo? Maybe," ucap Aslan.


Arsya mengedikkan bahunya acuh, ia pun berbelok untuk masuk ke dalam kelasnya yang sudah tampak ramai oleh para siswa-siswi.


•••


Hawa berdiri di depan gerbang sekolah sejak 10 menit yang lalu, ia sedang menunggu jemputan Adam, karena pagi tadi pemuda itu ingin menjemput dirinya di sekolah.


Angin berhembus kencang menyapu dedaunan kering yang terhampar di jalanan, rintikan hujan mulai turun membuat Hawa langsung bergegas menuju halte untuk berteduh.


Sudah satu jam Hawa menunggu kedatangan Adam, namun pemuda itu belum juga datang membuat Hawa membuang nafas jengah. Apa Adam lupa untuk menjemputnya? 


"Hawa! Maaf aku lama jemput kamu," suara Adam terdengar membuyarkan lamunan Hawa.


Dengan wajah yang di tekuk Hawa berjalan mendekati Adam yang saat ini membawa motor Ninja-nya. 


"Jangan marah dong ade aku yang paling cantik," ucap Adam mencoba menghibur Hawa.


"Kakak lama banget! Aku sampe jamuran tau nungguinnya." Keluh Hawa.


"Maaf ya, tadi kelas aku keluarnya telat, jadi lama deh jemput Hawa," ucap Adam.


"Ayo naik, kita pulang. Nenek masak opor ayam kesukaan kamu loh!" ucap Adam, membuat kedua mata Hawa langsung berbinar-binar. Memang Hawa sangat menyukai opor ayam apalagi masakan Zahra, neneknya.


Hawa pun langsung bergegas naik ke atas motor Adam. Lalu motor itu pun melaju menembus rintikan hujan yang sudah mulai reda.


Dari kejauhan Arsya memperhatikan Hawa yang tampak akrab dengan seorang pemuda yang sayangnya ia tak tahu pemuda itu siapa karena kepala pemuda itu mengenakan helm full face-nya.


Arsya memang belum pulang dari sekolah, karena ia harus mengadakan rapat dengan anak osis lainnya, dan kebetulan ia melihat Hawa yang sedang duduk di halte, saat ia ingin menghampirinya seorang pemuda yang ia tak kenal terlebih dahulu menghampiri Hawa, membuat Arsya mengurungkan niatnya untuk menghampirinya.


•••


Suara jam mengetuk waktu terdengar di dalam kamar yang tampak sunyi itu, hembusan angin malam menelisik masuk lewat sela-sela jendela kamarnya. Seorang pemuda tengah menatap gelang berwarna hitam yang terdapat  ukiran kayu yang bertulisan A,H,A di sana. Memory lama mulai berputar di otaknya.



Tiba-tiba ponselnya berdering menandakan ada sebuah panggilan masuk. Pemuda itu pun langsung mengambil ponselnya di atas nakas dan tertera nama 'Alan' di layar ponselnya. Tanpa berfikir terlalu lama pemuda itu pun mengangkat panggilan suara itu lalu terdengar suara Alan dari sebrang sana. 


"Ka, lo dimana?" tanya Alan.


"Dirumah." Jawab Azka.


"Lo sekarang bisa ke sirkuit? Bagas nantang lo buat balap motor," ucap Alan.


"Berani ngasih gue berapa dia, kalau kalah?" tanya Azka.


"Lima puluh juta."


Seringain tipis tercipta di kedua sudut bibir Azka. 


"Lima menit gue udah sampai kesana!" 


Tut! 


Panggilan di putuskan oleh pihak Azka. Ia mengambil jaket hitam ALASKA dengan lambang perisai di bagian belakangnya. Azka pun langsung keluar dari dalam kamarnya , namun suara seseorang menghentikan langkahnya.


"Kamu mau kemana, Bang?" tanya Salamah, sang Mama yang sedang duduk di sofa ruang tamu.


"Eh Mama, Mama kok belum tidur?" tanya Azka.


"Mama lagi nunggu Papa kamu, udah jam sembilan belum pulang juga," ucap Salamah.


"Ya ampun Ma, nanti juga Papa pulang. Udah Mama sekarang tidur udah malam," ucap Azka.


"Terus Abang sendiri kenapa belum tidur? Ini lagi kenapa rapi banget?" tanya Salamah.


Azka menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia bingung harus izin seperti apa dengan Mamanya karena kedua orangtuanya tak tahu jika Azka adalah anak geng motor.


"Oh, Azka mau keluar cari makanan, Ma. Mama mau apa? Nanti Azka beliin deh," ucap Azka.


Kedua mata Salamah tampak berbinar-binar. "Mama mau martabak, beliin ya Bang!" ucap Salamah.


"Siap Ma! Azka pamit ya!" Azka pun meraih tangan kanan Salamah guna untuk menyaliminya.


"Assalamualaikum Mama sayang!" pamit Azka.


"Waalaikumsalam, hati-hati Bang!" Pesan Salamah.


Saat sudah di luar, Azka langsung menyalakan mesin motor Ninjanya. Lalu motor itu pun melaju kencang membelah jalan melewati gedung-gedung nan tinggi di kota Bandung.

Posting Komentar

0 Komentar