Berfikir ala Kaum Stoa dalam Menghadapi Covid 19

 


Karya : Zulfan Haydar Yaser


Belakangan ini, masyarakat Indonesia bahkan dunia mengalami musibah yang sama, yaitu dengan adanya wabah covid 19, yang jika kita melihat bahwa covid 19 ini berawal dari China yang kemudian menyebar ke 27 negara. Tak sedikit para pemimpin-pemimpin di berbagai negara mengalami kesulitan dalam menghadapinya. Di Indonesia, covid 19 ini menyebar awal tahun 2020, sekitar 30 Januari. Dan WHO telah menyatakan bahwa ini sebagai situasi darurat kesehatan masyarakat serta menjadi perhatian internasional.


Menurut beberapa sumber, hampir semua negara memberlakukan pembatasan wilayah dan pembatasan sosial secara besar-besaran. Konsekuensinya, kebijakan tersebut menyebabkan aktivitas ekonomi dan sosial menjadi terganggu yang pada akhirnya ditransmisikan kepada gangguan terhadap perekonomian secara keseluruhan termasuk gangguan di pasar tenaga kerja dan penurunan tingkat pendapatan pekerja di seluruh wilayah. 


Kebijakan penguncian wilayah pun telah menyebabkan banyak perusahaan menutup usaha dan mengalami kebangkrutan yang berdampak pada pengurangan jumlah pekerja atau PHK secara besar-besaran. Misalnya pada tahun 2021, jumlah pekerja di Indonesia mengalami penurunan. Total di Indonesia pada awal tahun 2021 KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) mencatat kurang lebih 50.000 buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK. Kemudian per tanggal 7 Agustus 2021 lalu, pekerja yang mengalami PHK tercatat mencapai 538.305 orang yang disampaikan oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Bahkan Kemenaker memproyeksikan sampai akhir tahun 2021, sebanyak 894.579 pekerja yang bisa terkena PHK. Lebih lanjut dia menghitungnya jika dikalikan 12 bulan, maka jumlah bisa mencapai 922.900 pekerja hingga akhir 2021. Angka ini lebih tinggi dariproyeksi awal Kemenaker.


Dalam siaran pers Said Iqbal menyebutkan bahwa penyebabnya adalah karena adanya wabah covid 19, yang memaksa pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan melakukan PHK atau bahkan gulung tikar.


Konsekuensi logis dari terjadinya PHK atau penurunan pekerja adalah bertambah banyaknya jumlah pengangguran, di Indonesia sendiri di masa covid 19 angka pengangguran menurut Muhadjir sebanyak 7 juta orang, kemudian dia memperkirakan dimasa pandemi covid 19 ini angka pengangguran sudah mencapai 9 juta orang. 


Melihat data-data tersebut, banyaknya pekerja atau masyarakat yang mengalami pengangguran akibat covid 19, jika dilihat dari kacamata Psikologi, maka akan ada pengaruh yang besar bagi Psikologisnya, dalam hal ini akan memberikan perubahan yang cukup kontras dan berbeda pada saat masih bekerja. Perubahan yang muncul dapat berupa kehilangan kepribadian, sedih, putus asa, kecewa, bahkan menjauh dari kehidupan sosialnya. Karena dia sudah menganggap bekerja dengan baik, dan tidak melakukan kesalahan yang merugikan perusahaannya. 


Kehilangan pekerjaan juga dapat memberikan tekanan yang lebih berat dan bisa melelahkan secara emosional, jika terjadi pada keadaan lingkungan sekitar sedang dalam keadaan penuh ketidakpastian. Beberapa orang akan mencoba mengontrol semuanya. Kehilangan pekerjaan seringkali disamakan dengan kehilangan orang-orang terkasih (Fowler, 2019). Kehilangan pekerjaan juga menjadi salah satu faktor terbesar seseorang mengalami stres hingga mengalami depresi. Ada satu teori yang menjelaskan mengenai pengaruh emosi yaitu teori Skema yang dipelopori oleh Aaron T. Beck. Ia berpendapat bahwa orang dalam keadaan emosi tertentu akan mempunyai kerangka umum atau skema yang sesuai dengan emosi tersebut. Misalnya kehilangan pekerjaan disaat pandemi covid 19 memunculkan masalah kesehatan mental yang ringan hingga serius seperti keinginan untuk bunuh diri. Ini yang disebut skema yang sedih atau depresif untuk mengorganisir sebuah informasi dari otak. Orang tersebut akan mempersepsikan dan mengingat pengalaman negatifnya, serta cenderung menafsirkannya dari perspektif yang negatif yaitu keinginan untuk bunuh diri.


Melihat latar belakang masalah yang dipaparkan diatas, bagaimana sebenarnya pemikiran Kaum Stoa yang bisa kita jadikan acuan dalam menghadapi covid 19 ini?


Filsafat Stoa adalah nama sebuah aliran atau mazhab filsafat Yunani Kuno yang didirikan di Athena, oleh Zeno dari Citium. Zeno merupakan salah satu pengajar mazhab Stoa. Kegiatan belajar yang dilakukan tidak hanya berlangsung didalam kelas, tetapi juga diluar kelas seperti beranda-beranda rumah. Karena itu, kemudian muncul istilah Stoa dan Stoik. Stoa artinya beranda-beranda rumah, Stoik artinya orang-orang yang belajar di beranda-beranda rumah. Dalam dikursus kebahagiaan, khususnya Stoisisme, menurut kaum Stoa adalah saat tidak adanya atau tidak timbulnya emosi yang negatif. Epictetus berkata "It is not things that disturb us, but our opinion of them". Maksudnya adalah seringkali perasaan takut, cemas, sedih, terganggu terhadap suatu hal itu timbul karena opini kita sendiri, kita yang membuatnya menjadi seperti itu, nalar kita yang sesat yang menyebabkannya menjadi seperti itu, dan bukan disebabkan oleh peristiwa eksternal diluar diri kita.


Dalam keadaan yang penuh ketidakpastian, orang-orang cenderung ingin mengontrol semuanya. 

Bagi Kaum Stoa, kita harus menghadapi kenyataan bahwa kita sebenarnya tidak bisa mengontrol semuanya. Dalam buku Filosofi Teras, ada pernyataan dari Epictetus, yakni "Ada hal-hal yang berada dibawah kendali tergantung pada kita, dan ada hal-hal yang tidak dibawah kendali itu tidak tergantung pada kita". Artinya Kaum Stoa mengajarkan dikotomi kendali menjadi dua hal itu saja. Pertama, hal-hal yang bukan dibawah kendali kita, yakni tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi, kekayaan, kondisi tubuh dan sebagainya. Kedua, adalah hal-hal yang dibawah kendali kita yaitu pertimbangan, opini, persepsi, tujuan hidup, dan segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita. Sehingga, jika kita di hadapkan pada hal-hal yang membuat kita kecewa, sedih, dan yang lainnya. Kaum Stoa mengajarkan agar tidak menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang tidak bisa di kendalikan. Namun bukan berarti harus menghindari hal-hal yang diluar kendali, justru sebaliknya, kita harus menghadapinya dengan menerapkan kebijakan yang baik.


Contoh kasus, kita dalam keadaan sedang terjepit masalah ekonomi, misal terkena PHK, jika kita menghadirkan emosi yang negatif, maka kita akan emosional. Menurut Kaum Stoa, tindakan emosial merupakan hal yang keliru. Kita akan berfikiran negatif terhadap perusahaan tersebut, kita akan menganggap bahwa pemimpin perusahaan tersebut telah melakukan dzolim terhadap kita, tetapi jika kita memiliki interpretasi yang positif kita dapat memanfaatkan waktu senggang kita untuk mencari pekerjaan yang baru, bersantai dengan keluarga, banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, berbincang dengan keluarga, dan alhasil kita akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak tentunya dengan usaha yang keras dari kita. Dengan demikian, dalam menghadapi berbagai persoalan. Kaum Stoa mengajarkan individu untuk memilih respin atau tindakan seperti apa yang sebaiknya diambil. Dengan catatan, respons tersebut adalah hasil penggunaan nalar yang sebaik-baiknya dengan prinsip bijak, adil, menahan diri, dan berani. 


Dengan begitu, kita diharapkan mampu menghilangkan emosi negatif melalui kendali pikiran kita sendiri.



Daftar pustaka :

Henry, 2019. Filosofi Teras. Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini.


Riyanty, Iva Nining dan Nurendra, Annisa Miranty. "Mindfulness dan Tawakkal untuk mengurangi depresi akibat pemutusan hubungan kerja pada karyawan di era pandemi covid 19" (ejournal.umm.ac.id/index.php cognicia, 2021, vol 9 (1) : hal 2

Posting Komentar

0 Komentar